Minggu, 07 Oktober 2012

oleh Dyah Pratitasari pada 11 Juni 2012 pukul 10:42 · 
Sering dipertentangkan dan dipahami secara salah kaprah. Padahal, jika dilakukan secara beriringan, efeknya bisa lebih menguntungkan.

Oleh: Dyah Pratitasari
Laporan Khusus Majalah NIRMALA, Maret 2012

Sepintas, rumah pengobatan yang terletak di bilangan Jati Asih, Bekasi, itu terlihat biasa saja. Luasnya tak lebih dari 100 meter persegi. Letaknya berimpitan dengan rumah penduduk dan toko. Yang membuatnya istimewa, sepanjang hari pengunjungnya terus mengalir.

Di sana jugalah, Pepeng (37 tahun, bukan nama sebenarnya), karyawan swasta di Jakarta, berobat. Sekitar dua bulan yang lalu, ia kena asam urat. “Saya ke klinik ini dan dibekam, langsung enakan. Sekarang, setiap hari saya juga rutin minum minyak zaitun dan jintan hitam”, tutur ayah satu anak, yang mengaku rutin dibekam dua kali dalam sebulan.

 
Bekam, herbal, dan rukyah, merupakan beberapa metode pengobatan thibbun nabawi yang sedang diminati. Klinik-kliniknya tumbuh subur bak cendawan di musim hujan. Produk-produk khas Tanah Suci seperti air zamzam, minyak zaitun, madu, kurma, dan jintan hitam juga laris manis di pasaran. Jenis pengobatan yang satu ini diminati karena berbagai alasan. Pepeng, misalnya, sangat yakin dengan keampuhan thibbun nabawi karena metode tersebut merupakan warisan Nabi SAW. “Sesuatu yang dicontohkan oleh utusan Tuhan pasti atas petunjukNya. Tidak mungkin salah”, tuturnya.



Sementara Meylisa (43 tahun), ibu rumah tangga yang berdomisili di Tangerang, menuturkan, berbekam adalah salah satu metode yang efektif baginya dalam menjaga kesehatan. “Kalau badan mulai meriang, leher kaku-kaku, dan dibekam, setelah itu langsung segar lagi”, ia menggambarkan.

Bisa dijelaskan secara ilmiah

Thibbun nabawi, artinya pengobatan yang bersumber dari ajaran Nabi Muhammad SAW. Tata caranya meliputi banyak hal, antara lain bekam, rukyah, serta memanfaatkan bahan-bahan alami seperti herbal, produk lebah, kurma, dan air zamzam.
  • Bekam 
Dunia medis mengenal hyperemia, sebuah istilah untuk menyebut sel darah yang telah tua, rusak, atau cacat. Sel darah yang rusak ini membuat darah menjadi kental, alirannya tidak lancar, membebani kerja organ, dan memicu bermacam-macam gangguan penyakit.


Bekam berperan mengeluarkan sel-sel darah merah rusak yang berhasil melarikan diri dari karantina limpa dan kembali ikut beredar ke seluruh tubuh. Mekanismenya dengan menyedot darah kotor tersebut melalui jalur meridian atau titik-titik akupuntur, antara lain yang terletak di leher, di antara kedua bahu, pangkal paha, dan bagian atas telapak kaki.
  • Rukyah 
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyatakan bahwa setan bisa bersemayam di dalam aliran darah, mempengaruhi pikiran dan hati. Pengertian setan tersebut tidak hanya mengacu pada makhluk gaib, melainkan juga segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan baik secara fisik, emosi atau mental, dan spiritual. Prinsip terapi rukyah bekerja mengusir “setan” dengan sarana doa, sambil memohon pertolongan dan perlindungan dari Tuhan.

 
Terlepas dari jenis keyakinan yang dianut, manfaat doa sebagai terapi sudah diakui secara medis. Doa yang dipanjatkan pada Tuhan, diiringi keyakinan sekaligus kepasrahan, terbukti memberdayakan aspek fisik, mental, sekaligus spiritual, secara bersamaan. “Koneksi diantara jiwa, hati, otak, dan seluruh sistem tubuh terbukti mampu meningkatkan sistem kekebalan, memperbaiki fungsi jantung, dan perubahan-perubahan psikhis yang lebih baik pada diri pasien”, jelas Wyatt, peneliti Pusat Kesehatan Universitas Mississippi, Amerika Serikat.

  •  Produk lebah  
Lebah (An-Nahl) dikisahkan secara khusus dalam kitab suci Al Quran, karena hewan yang satu ini memang memiliki banyak keistimewaan. Lebah adalah hewan yang senang bekerja keras, sangat menjaga kebersihan, dan sangat selektif memilih makanan. Semua produk yang dihasilkan oleh lebah seperti madu, propolis, bee pollen, royal jelly kaya dengan zat nutrisi berupa asam amino, mineral, vitamin, karbohidrat, hormon, enzim, dan masih banyak lagi.

 
Khasiatnya juga sudah dibuktikan sejak ribuan tahun yang lalu. Penelitian demi penelitian membuktikan bahwa produk lebah mampu berperan sebagai antibiotik, antioksidan, antiradang, antijamur, antinyeri, melancarkan pencernaan, memperkuat imunitas, dan masih banyak lagi. Wajar, jika ia dimanfaatkan untuk mengobati macam-macam penyakit.
  • Jintan hitam 
Apa pun jenis penyakitnya, pada saat kita sedang sakit, itu karena sel-sel di dalam tubuh kita sedang lemah (bahkan rusak) sehingga tidak memiliki energi untuk bertahan atau beregenerasi. Kondisi ini, dalam istilah medis disebut mitochondria cytopathy. Berbagai penelitian menemukan, nigellone dalam jintan hitam berperan penting dalam mencegah dan mengatasi kondisi tersebut. Cara kerjanya antara lain dengan memperpanjang usia sel, menghambat peradangan tersembunyi yang terjadi di tingkat sel, dan menambah fleksibilitas diameter pori-pori sel sehingga nutrisi yang masuk bisa diserap dengan baik.

Aktivitas nigellone ini didukung oleh senyawa-senyawa lain. Minyak atsiri, misalnya, membantu melancarkan energi pencernaan. Asam lemak membantu mencegah peradangan. Saponin bekerja menciutkan lendir. Antosianin berperan sebagai antioksidan dan menghambat radikal bebas.Thymoquinone berperan mengaktifkan kelenjar thymus dan memproduksi antibodi. Sedangkananthraquinone mengikat racun.
  • Minyak zaitun 
Pada tanggal 21 April 1997, sebanyak 16 pakar ilmu kedokteran tersohor dari berbagai negara di dunia berkumpul di Roma, Italia. Dalam pertemuan tersebut, mereka menegaskan bahwa minyak zaitun dapat melindungi tubuh dari ancaman hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes, obesitas, dan serangan jantung.


Sumber lain mencatat, minyak zaitun juga berperan dalam mengoptimalkan fungsi kantung empedu, melancarkan pencernaan, meningkatkan proses regenerasi sel, mengatasi peradangan, serta mencegah pertumbuhan sel tumor dan kanker. Khasiatnya itu sangat dipengaruhi oleh senyawa aktif yang terkandung di dalamnya, berupa omega-9, omega-6, dan asam lemak jenuh.
  • Kurma  
Ibnu Abbas ra mengatakan, Nabi SAW menyukai jenis kurma terutama jenis kurma ajwa. Penulis bukuThibb An-Nabi, As Suyuthi, mengatakan bahwa kurma ajwa merupakan makanan istimewa yang bergizi lengkap. Dalam bukunya yang berjudul “Fisiologi, Anatomi, dan Morfologi Pohon Kurma”, Dr Jabbar An-Nu’aimi menyatakan bahwa kurma kaya dengan kandungan karbohidrat, protein, lemak, zat besi, tembaga, seng, belerang, magnesium, mangan, flavonoid, kalsium, potassium, sodium, klorin, vitamin (A, B1, B2, B7, C, D), serat, zat gula, dan masih banyak lagi.

 
Itu sebabnya, sejak dahulu kurma ajwa dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai macam gejala penyakit. Contohnya antara lain mencegah anemia, menenangkan syaraf, membangkitkan stamina, mengatasi sembelit, mencegah radang usus, menambah produksi asi, menghaluskan kulit, dan menambah daya ingat. Yang perlu dicatat, apapun jenisnya, kurma biasanya mengandung zat gula yang relatif tinggi. Jadi jika pengidap diabetes ingin mengonsumsi kurma, lebih disarankan untuk memilih kurma Nagal yang citarasanya sedikit sepat dan pahit.
  • Air Zamzam 
Dalam penelitian yang dilakukan di sebuah laboratorium di Eropa, ditemukan bahwa kandungan air zamzam memang berbeda dengan sumur-sumur lain yang ada di sekitar Mekah. Air zamzam mengandung elemen-elemen sebanyak 2000 mg per liter, dimana kandungan yang terdapat pada air mineral alami lainnya tidak lebih dari 260 mg per liter. Selain itu, air zamzam mengandung kalsium, magnesium, dan fluoride yang lebih tinggi dibandingkan jenis air yang lain. Kalsium dan magnesium membuat air zamzam berkhasiat obat, sementara fluoride berperan memusnahkan kuman yang terdapat di dalamnya.

 
Sebuah hadis berkata, “Air zamzam berkhasiat sesuai niat orang yang meminumnya”. Masaru Emoto, peneliti dari Jepang telah membuktikan, molekul air dapat berubah menjadi bentuk yang indah ataupun buruk, bergantung pada niat dan kalimat yang diucapkan padanya. Berdasarkan temuan tersebut, kalangan ahli meyakini bahwa sesungguhnya air biasa pun dapat bermanfaat sebagai obat, jika disertai dengan keyakinan, niat dan doa.

Konsep holistik
Meskipun tata cara yang digunakan berbeda dengan kedokteran modern, thibbun nabawi bukanlah terapi alternatif. “Thibbun nabawi juga tidak hanya mencakup tata cara pengobatan, melainkan juga mencegah datangnya penyakit, menjaga kesehatan, dan meningkatkan kualitas kesehatan”, tutur Dr Brilliantono M. Soenarwo, SpOT, FICS, MD, PhD, ahli bedah tulang di Jakarta, yang menerapkanthibbun nabawi dengan tata cara kedokteran modern.
Secara umum konsep tersebut dapat digolongkan menjadi 5 jenis, meliputi kesehatan jasmani, jiwa, rohani, perilaku, dan lingkungan. Penjelasannya antara lain sebagai berikut:
  • Kesehatan jasmani.
Rasulullah SAW mengajarkan agar kita makan makanan bergizi, tidak mengonsumsi makanan yang bersifat merusak seperti alkohol dan narkoba, rutin berolahraga, dan beristirahat sesuai ritme alam (tidur di malam hari, bangun di pagi hari). Intinya, adalah menyayangi tubuh dengan memenuhi hak-haknya.
  • Kesehatan jiwa.
Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk berusaha mengelola emosi, selalu bersyukur, tidak ngoyo, dan berbaik sangka. Jiwa yang selalu tertekan, gundah gulana, selalu curiga, iri, sombong, tidak gembira, membuat daya tahan tubuh lebih mudah menurun dan gampang diserang penyakit.
  • Kesehatan rohani
Caranya antara lain dengan rajin berbagi kepada sesama dan bersosialisasi. Melakukan ibadah sebaiknya bukan sekadar untuk memenuhi kewajiban atau ritual. Karena jika dilakukan dengan penuh kesadaran, berdasarkan rasa cinta, dan keikhlasan, berperan menghadirkan jiwa yang tenang dan damai.
  • Kesehatan perilaku
Rasulullah memberi teladan dengan berusaha berperilaku baik, wajar, menghormati sesama, tidak menyakiti makhluk lain, dan melakukan segala sesuatu dengan kesadaran penuh (mindfulness).
  • Kesehatan lingkungan
Senantiasa menjaga kebersihan dan kerapian. Yang dimaksud bukan hanya menjaga kebersihan yang bertujuan mencegah penyakit, namun juga termasuk memikirkan efeknya di masa depan, seperti melestarikan sumber daya alam.
“Jadi, thibbun nabawi sesungguhnya merupakan prinsip kesehatan secara holistik, yang mencakup aspek body, mind, dan spirit. Ia bisa diterapkan dalam kedokteran modern, karena manfaatnya tidak terbatas pada agama tertentu saja”, Dr Brilliantono menjelaskan.

Tidak anti kedokteran modern
Sayangnya, cukup banyak orang beranggapan bahwa pengobatan thibbun nabawi tidak bisa disandingkan dengan kedokteran modern. Alasan mereka cukup beragam. Hasan Nuha (33 tahun), karyawan di Jakarta, misalnya, berpendapat bahwa kedokteran modern adalah hasil propaganda negara-negara Barat yang menginginkan kehancuran bagi agama tertentu.

Menurut penilaian Dr Raehanul Bahraen, dokter umum di Lombok yang juga mempraktikkan thibbun nabawi, pemikiran itu terlalu berlebihan. Berkaca pada sejarah kedokteran, ilmu pengobatan Islam justru merupakan pelopor kedokteran modern. Pada awalnya, ilmu pengobatan yang ada di dunia didominasi oleh cara-cara magis. Orang sakit selalu dianggap terkena pengaruh mistis atau sesuatu yang bersifat gaib.

Namun semenjak dokter-dokter Islam dan Arab seperti Abu Bakar Ar Razi (di Barat dikenal dengan nama Rhazes atau Razes), Ibnu Sina (Avicenna), dan Abu Al Qasim Az Zahrawi (Al Zahravius atau Abucalsis) mulai memegang peranan dalam dunia pengobatan, mereka mulai memperkenalkan ilmu pengobatan modern. Mulai dari analisis penyakit, obat-obatan, dan tindakan medis, termasuk tindakan intervensi seperti berbagai jenis operasi (termasuk operasi Caesar) dan kemoterapi yang saat ini identik dengan kedokteran modern.

Karya Ibnu Sina, Al Qanun fith Thib (Canon of Medicine), sebuah ensiklopedi kedokteran, menjadi rujukan dalam dunia kedokteran modern. Kiprahnya dalam dunia medis juga membuat ia dinobatkan sebagai Bapak Kedokteran Modern, yang meletakkan pondasi bagi ilmu kedokteran seperti yang kita kenal sekarang.

“Walaupun selanjutnya ilmu pengetahuan tersebut dikembangkan oleh dunia Barat, jika memang benar dan bermanfaat – sebagaimana fasilitas modern seperti mobil, kereta, dan pesawat terbang - tentu kita perlu mempelajari dan mampu menggunakannya juga”, jelas Dr Bahraen.

Tidak anti zat kimia

Sementara Anita Rahma (37 tahun), wiraswasta di Jakarta, menganggap thibbun nabawi jauh lebih aman karena kedokteran modern dipenuhi dengan ancaman bahan kimia. Sementara thibbun nabawihanya menggunakan bahan-bahan alami.  “Sekarang ini pupuk saja sudah ganti jadi kompos. Masa untuk kesehatan kita masih memakai bahan-bahan kimia?”, cetusnya.

Manfaat terapi bekam serta bahan-bahan alami dalam thibbun nabawi seperti minyak zaitun, jintan hitam, dan madu, memang sudah dibuktikan melalui penelitian ilmiah dari berbagai penjuru dunia. Namun Dr Brilliantono mengingatkan, kita tidak boleh mengambil kesimpulan yang terlalu berani bahwa thibbun nabawi  selalu lebih efektif daripada kedokteran modern. “Sebab, hal itu bukan saja menjadikan thibbun nabawi dan ilmu kedokteran modern berjalan saling berlawanan, namun juga menafikkan sunnatullah, ungkapnya.

Sunnatullah, maksudnya jaman tidak jalan di tempat. Jaman berkembang demikian pesat seiring berlalunya waktu, membuat seluruh aspek kehidupan kita juga berubah, termasuk cara pandang. “Metode pengobatan Nabi pada jamannya boleh dibilang sangat modern. Namun saat ini kita hidup di jaman yang lebih kompleks, dengan penyakit yang juga jauh lebih beragam. Wajar, jika tindakan medis yang perlu dilakukan tidak sesederhana jaman dahulu”, jelas Dr Brilliantono.

Sementara Dr Bahraen, mengakui, bahwa obat-obatan yang diresepkan oleh kedokteran modern memang menggunakan bahan kimia. Tetapi yang perlu diperhatikan, bahan kimia yang digunakan tersebut sudah diteliti dan diatur dosisnya agar sesuai dengan kondisi yang ada.

Lagipula jika kita kembali pada pengertian zat kimia, zat kimia tersebut ada yang alami dan buatan. Obat-obatan yang digunakan dalam kedokteran modern juga ada yang menggunakan bahan kimia alami. Sebaliknya, bahan thibbun nabawi seperti jintan hitam juga mengandung zat kimia aktif sepertithymoquinone, dithymoquinone, thymohydroquinone, dan thymol. Zat tersebut bisa berbahaya jika dosisnya tidak sesuai.

“Obat kimia ataupun bahan alami, semuanya berpotensi menjadi racun. Yang bisa membedakan apakah ia akan menjadi racun atau obat, hanyalah penggunaan dengan indikasi dan dosis yang tepat”, tegas Dr Bahraen.

Agar aman dan efektif
          Jangan sampai seperti Mazaya (39 tahun, bukan nama sebenarnya), karyawati swasta di Bintaro, Tangerang. Pengidap kanker usus besar stadium 4 ini mengira, menganut thibbun nabawi  artinya cukup mengonsumsi jintan hitam, madu, dan kurma secara rutin. Anjuran untuk kontrol diabaikannya begitu saja, lantaran percaya pada brosur kemasan bahwa produk yang diminum mampu menyembuhkan penyakitnya. “Saya menyesal, seandainya dulu tetap konsultasi ke dokter dan menjalani thibbun nabawi dengan benar, mungkin penyakit saya tak menyebar secepat ini”, ungkapnya.

Berbagai penelitian memang membuktikan, jintan hitam memiliki kemampuan yang begitu menakjubkan terutama dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Saking hebatnya, dalam hadis pun disebutkan bahwa jintan hitam merupakan obat bagi segala macam penyakit.

Menurut Dr Bahraen, secara teori, jika daya tahan tubuh baik maka semua penyakit akan sembuh. “Tetapi jika hanya mengandalkan daya tahan tubuh, penyakit yang agak berat mungkin memakan waktu yang lama untuk sembuh. Apalagi jika ada faktor penyulit yang sifatnya menekan daya tahan tubuh seperti kanker”, jelasnya.

Dr Bahraen menambahkan, kemampuan thibbun nabawi dalam mengobati penyakit tidak perlu diragukan lagi. Namun yang perlu diingat, penggunaan jintan hitam, madu, dan berbagai bahan alami yang digunakan dalam thibbun nabawi masih bersifat “bahan mentah”. Agar aman dan efektif, ia harus “diolah” terlebih dahulu menggunakan ilmu tersendiri. Contohnya, “Harus ada diagnosis penyakit yang tepat terlebih dahulu, kemampuan tenaga medis atau ahlinya dalam memilih obat, menentukan dosis, bahkan jika perlu, mengombinasikannya dengan obat-obatan lain.

Kekuatan thibbun nabawi adalah usaha dan ketakwaan. Bagi yang meyakininya, thibbun nabawibarangkali merupakan obat dari segala penyakit, dan keyakinan tersebut sudah menjadi bagian dari proses penyembuhan.

Namun jika merasa sudah menerapkan thibbun nabawi sementara hasil yang diharapkan belum kunjung tiba, barangkali ada baiknya kita merenung dan berkaca; sudahkan konsep kesehatan holistik yang mencakup 5 aspek tadi kita jalankan? apakah dalam pengobatan, diagnosis penyakit, pilihan obat, dan dosis yang digunakan sudah tepat?

Pengobatan thibbun nabawi ibarat pedang yang sangat tajam. Agar pedang tajam itu bermanfaat dan membawa kebaikan, ia perlu berada di tangan orang yang tepat, digunakan dengan cara yang tepat, juga pada saat yang tepat”, pungkas Dr Bahraen. (N)
copas dari grup Dukung ASI & Imunisasi Halal Tuntas


Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Komen yuuuk